Posted on 24 Nov 2017
Besar dari keluarga petani di pedesaan dan masyarakat sekitar yang cenderung apriori terhadap jenjang pendidikan, tidak membuat Zainal Abidin berhenti dalam hegemoni lingkungan. Dia justru berkembang dengan menempuh pendidikan jauh dari kampung halaman. Hingga meraih berbagai prestasi membanggakan.
Zainal Abidin menempuh kuliah dengan bersusah payah. Pemuda kelahiran Pati 24 Mei 1998 ini harus berusaha keras untuk mewujudkan keinginannya. Yakni menempuh pendidikan di perguruan tinggi melalui prestasi.
Menjalani jenjang pendidikan melalui beasiswa prestasi akademik, anak kedua dari pasangan suami istri, Soeb dan Rumisih ini menjadi inspirasi. Baik bagi teman-teman maupun masyarakat di kampung halamannya.
“Saya besar dari keluarga petani, ibu saya lulusan SD dan bapak hanya sampai kelas tiga SD. Kakak perempuan saya juga hanya sekolah sampai MTs," kata warga Desa Ndulang Lahar, Tlogowungu, Pati ini.
Pemuda yang akrab disapa Abidin, mengatakan, pencapaian pendidikan para anggota keluarganya tidak menghentikan hasratnya belajar ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Bagi Abidin, hegemoni lingkungan tersebut justru dikelola menjadi motivasi untuk melakukan transformasi hidupnya.
"Baik keluarga saya dan di lingkungan juga banyak yang tidak berkesempatan untuk belajar tinggi. Itulah yang membuat saya termotivasi. Satu sisi saya ingin mengangkat nama keluarga dari sisi lain. Saya juga ingin bisa memotivasi masyarakat sekitar lewat pendidikan," ungkapnya.
Abidin yang kini menjadi mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu memaparkan, jenjang pendidikannya bermula di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di desanya. Kemudian berlanjut di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) Salafiyah Kajen. Selama menuntut ilmu, ia berjuang untuk mempertahankan prestasi sehingga bisa berhasil. (fn/FN/MK)