Posted on 11 Nov 2019
Forum Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Tingkat Jawa Tengah diselenggarakan di Pondok Pesantren Maslakul Huda, Desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Senin (11/11). Forum ini dihadiri pula oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Bupati Pati Haryanto, dan jajaran Forkopimda Pati.
Pengasuh Pondok Pesantren Maslakul Huda KH Abdul Ghofar Rozin menggaris bawahi tiga hal penting terkait UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang disahkan pada 24 September 2019 lalu.
Pertama, sebut ulama yang akrab disapa Gus Rozin ini, UU Pesantren hadir untuk memberikan pengakuan penuh terhadap pesantren, terutama pesantren-pesantren salaf.
Sehingga pesantren-pesantren yang selama ini masih menjaga jarak dan belum bersedia untuk membuka pendidikan umum dan di dalamnya hanya ada dunia ula', wustho, dan ulya, lulusannya bisa setara dengan sekolah formal tanpa harus ada ujian nasional atau imtihan wathoni," jelasnya
Kedua, menurutnya UU Pesantren mengamanatkan kepada pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi, maupun daerah akan adanya anggaran (untuk pesantren) dari APBN maupun APBD.
Selain itu undang-undang ini juga mengamanatkan dan mengatur adanya hibah dari luar negeri supaya tidak bisa langsung jatuh ke pesantren. Hal ini untuk menghalau atau menjaga pesantren Ahlussunnah Wal Jamaah tidak bersaing secara langsung dengan pesantren-pesantren yang bermodal besar," urai Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama ini.
Ketiga, lanjutnya UU ini juga mengamanatkan adanya Dana Abadi Pesantren. Gus Rozin mengatakan, kehadiran APBN, APBD, dan dana abadi hendaknya disikapi secara bijak, baik oleh pemerintah maupun oleh PWNU. Sehingga hal ini tidak menjadi suatu batu sandungan bagi pesantren, terutama dalam hal administrasi.
Ia berpendapat UU ini membutuhkan aturan yang ada di bawahnya, termasuk Pergub, Perbup, maupun Perda. Aturan-aturan ini menurutnya perlu hadir untuk memberikan afirmasi terhadap UU Pesantren sekaligus memberikan proteksi terhadap pesantren.
Gus Rozin menyebut proteksi yang ia maksud ialah proteksi pengelolaan jika kemudian APBN dan APBD ini betul-betul hadir di pesantren. Ia berharap, Pergub, Perda, maupun Perbup yang hadir nantinya tidak memberikan prasyarat atau syarat-syarat administratif yang kira-kira bisa membuat Pesantren merasa kesulitan.
Karena saya kira 90% pesantren masih perlu belajar tentang administrasi keuangan. Apalagi yang berkaitan dengan akuntabilitas yang sesuai dengan tuntutan pemerintah. Sebab, saya kira, urusan akuntabel ini berbeda perspektif antara akuntabel menurut pemerintah dengan akuntabel menurut pesantren," ujarnya.
Menurut Gus Rozin, perbedaan paradigmatik seperti ini perlu dicari titik temunya sebelum nanti, sampai satu tahun ke depan, Perpres maupun peraturan menteri yang mengikuti UU Pesantren ini hadir. Karena satu ruang kalau di pesantren bisa menjadi dua atau tiga ruang, itu disebut barokah. Adapun kalau dari versi pemerintah itu disebut temuan. Maka ini perlu dicari titik temunya.
Terkait pencarian titik temu dalam hal ini sebagai insan pesantren Gus Rozin berharap penyusunan Pergub, Perda, maupun Perbup yang berkaitan dengan UU ini dapat melibatkan NU dan kalangan pesantren.
Sehingga ketika kemudian (peraturan) disahkan, pesantren tidak terkaget-kaget. Sebagai tambahan Gus Rozin mengatakan UU Pesantren juga mengamanatkan adanya sebuah lembaga baru yang menengahi antara pesantren dan pemerintah. Lembaga ini disebut sebagai Majelis Masyayikh.
Ia berharap dalam majelis ini PWNU dan PCNU mengambil peran aktif supaya majelis ini betul-betul mewakili pesantren secara dzohiron wa bathinan (lahir dan batin). Selain itu juga betul-betul melaksanakan amanatnya dengan sepenuh hati dan berpihak kepada pesantren. (po3/PO/MK)