Tak Ingin Pati Jadi Destinasi "Wisata Malam", Forkopimda Deklarasikan Penutupan Lokasi Prostitusi

Posted on 18 Agu 2021


Tak Ingin Pati Jadi Destinasi "Wisata Malam", Forkopimda Deklarasikan Penutupan Lokasi Prostitusi

Bupati Haryanto, Wakil Bupati Saiful Arifin, dan para pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Pati menandatangani komitmen dan deklarasi bersama penutupan tempat prostitusi di Kabupaten Pati.

Penandatanganan komitmen bersama tersebut dilakukan di Ruang Pragolo Sekretariat Daerah Kabupaten Pati, Rabu (18/8). Sebelum penandatanganan, atas nama jajaran Forkopimda, Bupati Haryanto membacakan empat poin deklarasi.

Pertama, bahwa prostitusi merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, adat istiadat, kesusilaan dan hukum, serta berdampak negatif terhadap kesehatan, sendi-sendi kehidupan keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga, perlu adanya pencegahan dan penanggulangan prostitusi.

Kedua, bahwa dengan mempertimbangkan pengendalian persebaran Covid-19 secara nasional yang belum sepenuhnya terkendali dan masih berpotensi berkembang luas dalam masyarakat, maka deklarasi ini dilakukan guna memberikan perlindungan, keamanan,  dan kesehatan masyarakat dari persebaran Covid-19.

Ketiga, berkomitmen untuk menutup tempat prostitusi Lorong Indah, Kampung Baru, Ngemblok City, Wagenan, Batursari dan tempat prostitusi lainnya yang ada di wilayah Kabupaten Pati.

Keempat, bahwa semua pihak yang melanggar akan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Komitmen dan deklarasi bersama tersebut ditandatangani oleh Bupati Haryanto, Wakil Bupati Saiful Arifin, Ketua DPRD Pati Ali Badrudin, Kapolres AKBP Christian Tobing, Dandim Letkol Czi Adi Ilham Zamani, Kajari Pati Mahmudi, dan Ketua Pengadilan Negeri Pati Marice Dillak.

“Langkah penutupan prostitusi ini memiliki landasan hukum. Jadi kami tidak asal melaksanakan secara sepihak. Saya juga sudah mengeluarkan SK Bupati tentang pembentukan tim pencegahan dan penanggulangan prostitusi,” ucap Haryanto.

Ia pun menegaskan, penutupan tidak dilakukan dengan serta-merta. Dimulai dengan langkah preemptif dan preventif. Jika penghuni tempat prostitusi tidak bisa menerima, lanjutnya, baru akan dilakukan langkah represif atau penegakan hukum.

Dia menambahkan, saat ini tempat-tempat prostitusi dalam keadaan sepi. Sebab bulan lalu para pekerja seks komersial (PSK) sudah diminta pulang ke daerah masing-masing berkaitan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

“Di LI (Lorok Indah alias Lorong Indah) saja, hampir 300 orang sudah kembali ke daerah asalnya. Sebanyak 98 persen penghuni LI memang dari luar kota. Sudah kami periksa KTP-nya. Ada yang dari Cirebon, Bandung, Surabaya, Semarang, Jepara, Kudus, dan lain-lain,” ucap Haryanto.

Ia menyebut, orang yang dituakan di LI, yakni Ketua Paguyuban Lorong Indah, Mastur, juga bukan warga Pati. Dia berasal dari Kudus. Begitu pula para pemilik bangunan di sana, mayoritas dari luar daerah.

“Kalau tidak segera ditutup, Pati malah bisa menampung lebih banyak pelaku prostitusi dari luar daerah. Sebab lokalisasi di kota-kota besar sudah pada tutup. Antara lain Dolly di Surabaya dan Sunan Kuning di Semarang, sudah tidak operasional. Dikhawatirkan malah pada lari ke Pati,” kata dia.

Lebih jauh lagi, Haryanto juga khawatir jika prostitusi dibiarkan, Pati akan lebih dikenal sebagai destinasi ‘wisata malam’. “Kalau dibiarkan jangan-jangan bisa jadi yang terbesar di Asia. Repot kita nanti. Orang luar negeri datang ke sini, bukannya wisata religi atau wisata alam, malah wisata seperti itu,” ungkapnya.

Haryanto mengatakan, berhubung para penghuninya sudah pulang ke kampung halaman, pihaknya kini tinggal berurusan dengan para pemilik bangunan di tempat prostitusi. Mereka sudah dipastikan tidak mengantongi perizinan. Terlebih juga melanggar ketentuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

“Jadi hari ini kami deklarasi. Kemudian langsung ditindaklanjuti secara teknis oleh tim gabungan. Tentu terkait teknis pelaksanaannya, akan ada konsekuensi alokasi anggaran. Itu bisa diatur. Yang penting semua pihak satu suara. Saya minta tolong pada semua pihak, termasuk tokoh masyarakat, untuk satu suara tentang penutupan ini. Saya yakin berjalan lancar,” tandasnya.

Senada dengan Haryanto, Wakil Bupati Saiful Arifin pun mengatakan bahwa penutupan tempat prostitusi adalah demi kemaslahatan bersama.

“Seluruh komponen masyarakat Pati harus satu bahasa. Yang terkenal di Pati harusnya perikanan ataupun pertanian. Bukan malah LI. Di situ isinya dari daerah lain, tapi imej buruk Pati yang menanggung. Kita dirugikan. Karena itu perlu kita lakukan penutupan, dengan cara baik tentunya, supaya imej Pati lebih baik,” tegas pria yang akrab disapa Safin tersebut. (fn1/FN/MK)