Sindir Netizen, Sambutan di Acara Ini Diyakini Bisa Bikin Baper

Posted on 28 Okt 2017


Sindir Netizen, Sambutan di Acara Ini Diyakini Bisa Bikin Baper

Tak ada yang berbeda dari upacara peringatan hari Sumpah Pemuda tahun ini dengan tahun sebelumnya namun sambutan menteri pemuda dan olahraga yang dibacakan oleh Bupati Pati selaku inspektur upacara rupanya berisi sindiran untuk generasi muda khusus para netizen.

"Kalau masih ada semangat sumpah pemuda di hati mereka, saya yakin banyak pemuda masa kini yang tersindir dan Baper dengar sambutan tadi", terang Bupati Pati Haryanto usai menjadi inspektur upacara pada peringatan hari Sumpah Pemuda di Stadion Joyokusumo Pati, Sabtu (28/10).

Bupati Pati saat membacakan pidato Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia mengatakan delapan Puluh Sembilan tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, sebanyak 71 pemuda dari seluruh penjuru tanah air, berkumpul di sebuah gedung di Jalan Kramat Raya, daerah Kwitang Jakarta.

Dihadiri oleh pemuda lintas suku, agama dan daerah, mereka  mengikrarkan diri sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia.

Jika membaca dokumen sejarah Kongres Pemuda ke-2, lanjut Haryanto, maka akan ditemukan daftar panitia dan peserta kongres yang berasal dari pulau-pulau terjauh Indonesia.

"Secara imaginatif sulit rasanya membayangkan mereka dapat bertemu dengan mudah, dari belahan barat Indonesia, teradat nama Mohammad Yamin. Seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto Sumatera Barat yang mewakili organisasi pemuda Sumatera, Jong Sumatranen Bond, dari belahan Timur Indonesia, kita menemukan pemuda bernama Johannes Leimena, kelahiran kota Ambon Maluku, mewakili organisasi pemuda Jong Ambon. Ada juga Katjasungkana dari Madura, ada juga Cornelis Lefran Senduk, mewakili Organisasi pemuda Sulawesi dan Jong Celebes, pernahkah kita bayangkan mereka bertemu, berdiskusi dan bertukar fikiran mematangkan gagasan hingga akhirnya bersepakat mengikatkan diri dalam komitmen ke-Indonesiaan" ungkap Bupati.

Atas dasar ini, Haryanto mengajak seluruh peserta upacara untuk bersyukur atas sumbangsih para pemuda Indonesia yang sudah melahirkan sumpah pemuda.

"Sudah seharusnya kita meneladani langkah-langkah dan keberanian mereka hingga mampu menorehkan sejarah emas untuk bangsanya", tutur Bupati.

Bila dibandingkan dengan era sekarang, lanjut Haryanto, sarana transportasi umum sangat mudah, untuk menjangkau ujung timur dan barat Indonesia hanya dibutuhkan waktu beberapa jam saja. Bahkan, untuk dapat berkomunikasi dengan pemuda di pelosok negeri ini, cukup dengan menggunakan alat komunikasi, interaksi sosial dapat dilakukan 24 jam, kapanpun dan dimanapun.

"Namun anehnya, justru dengan berbagai macam kemudahan yang dimiliki saat ini, kita justru lebih sering berselisih paham, mudah sekali memvonis orang, mudah sekali terpecah belah, saling menebar fitnah dan kebencian. Seharusnya dengan kemudahan teknologi dan sarana transportasi yang ada saat ini, seharusnya lebih mempermudah buat para pemuda untuk berkumpul, bersilaturahmi dan berinteraksi sosial", sindir Bupati.

Seharusnya, imbuh Haryanto, tidak ada lagi ruang untuk salah paham apalagi saling membenci, karena semua hal dapat  dikonfirmasi dan diklarifikasi hanya dalam hitungan detik.

Selanjutnya dalam sebuah kesempatan, lanjut Haryanto, Presiden Republik Indonesia yang pertama, bung karno pernah menyampaikan  pesan mendalam.

"Jangan mewarisi abu sumpah pemuda, tapi warisilah api sumpah pemuda. Kalau sekedar mewarisi abu, saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir", ujar Bupati menirukan kata-kata Bung Karno.

Api sumpah pemuda, lanjut Bupati,  harus diambil dan terus dinyalakan. "Kita harus berani melawan segala bentuk upaya yang ingin memcah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Kita juga harus berani melawan ego kesukuan, keagamaan dan kedaearahan kita. Ego ini yang kadang kala mengemuka dan menggerus persaudaraan kita sesama anak bangsa. Kita harus berani mengatakan bahwa persatuan Indonesia adalah segala-galanya, jauh diatas persatuan keagamaan, kesukuan, kedaerahan apalagi golongan." jelas Haryanto.

Karena itu, Bupati mengajak seluruh peserta upacara untuk mencukupkan persatuan dan kesatuan Indonesia serta menghentikan segala bentuk perdebatan yang mengarah pada perpecahan bangsa.

"Kita seharusnya malu dengan para pemuda 1928 dan juga kepada Bung Karno, karena masih harus berkutat di soal-soal ini, sudah saatnya kita melangkah ke tujuan yang lebih besar, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", imbuhnya. (fn3/FN /MK)