Posted on 18 Sep 2017
Sandal jepit ukir hasil kerajinan tangan Mochlisin, warga Desa Tayu kulon, Tayu, memiliki nilai ekonomi tinggi. Bahkan, sandal jepit ukir kini mambu menembus pasar Internasional.
Perajin sandal jepit ukir Mochlisin mengaku, kerajinan tangan buatannya terbilang sederhana namun rumit. Berbekal bahan sandal japit yang mudah ditemukan hampir disemua toko-toko kelontong, perlu insting dan kreativitas yang mumpuni dapat diukir sedemikian rupa hingga memikat calon pembelinya.
“Kalau untuk mengukir saya biasanya pakai pisau cutter. Memang terlihat sederhana karena hanya sebuah sandal saja. Namun, harus telaten untuk membentuk setiap goresan atau ukirannya itu,” katanya.
Mochlisin tak menyangka, kebiasaan yang ia lakukan saat mondok di pesantren tersebut, kini menjadi sumber pendapatannya. Tak sekedar memiliki nilai ekonomi tinggi, sandal hasil kreasinya kini bahkan telah tembus pasar Internasional.
Sejumlah pembeli dari Hongkong, Singapura dan Malaysia kini mulai rajin memesan hasil kreasinya melalui media sosial dan internet. Bahkan, sampai saat ini ada pula pelanggan dari Amerika yang rutin order hasil karyanya dengan beragam motif dan bentuk.
“Gak nyangka juga yang dulu cuma sebagai penanda biar sandal tidak tertukar dengan santri lain, malah laris. Selain pernah dapat pesanan dari seluruh Indonesia, sekarang ada juga yang pesan dari Hongkong, Singapura dan Malaysia. Memang kebanyakan itu TKI yang kerja disana. Kalau di Amerika juga ada. Itu murni orang sana yang pesan,” imbuhnya.
Kendati telah merambah pasar Internasional, Mochlisin tetap tak menaikkan harga jual sandal jepit ukirnya. Harga jual yang dipatok antara Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu, tergantung bentuk, model dan tingkat kerumitannya. Sedangkan untuk hiasan dinding harganya bisa mencapai 200 ribu dengan ukuran bingkai besar.
“Kan ada kerajinan yang kaligrafi dan jam dinding itu. Semoga ada dari Timur Tengah atau negara Arab yang meliriknya. Agar semakin semangat untuk bikin sandal japit ukir,” ujarnya. (fn/FN/MK)