Posted on 17 Nov 2017
Petani ketela keluhkan harga ketela yang mulai mengalami penurunansaat musim penghujan. Hal ini diperparah dengan harga jual di gudang yang tidak sesuai.Petani ketela berharap adanya penyeragaman harga jual panen. Sehingga, para petani memiliki patokan harga jual yang jelas.
Salah satu petani ketela di Desa Pasucen, Sarodi mengatakan, harga ketela tidak bisa dipastikan petani, tergantung dimana petani menjual hasil panen. Disamping itu, tidak ada patokan yang jelas. “Misal, gudang A mau membeli dengan harga Rp 1.500 perkilogram, gudang B bisa saja kurang, gudang C malahan bisa di bawahnya lagi,” bebernya.
Harga jual untuk beberapa waktu terakhir, masih berada dikisaran Rp 1.440 perkilogram. Pada saat ini harga panenan sudah dikisaran Rp 1.300 perkilogram. Harga tersebut juga bisa mengalami fluktuasi tergantung cuaca.
Kalau cuaca panas biasanya ada kenaikan harga, tetapi kalau hujan turun harga kembali turun. Bahkan beberapa waktu lalu mencapai Rp1.600 perkilogram di akhir September, tetapi ketika ada hujan diawal bulan harganya kembali turun. “Kami sangat berharap adanya penyeragaman harga. Sehingga, para petani tidak usah memilih tempat menjual hasil panen,” jelasnya.
Dengan harga seperti saat ini, imbuhnya, petani merugi, sebab biaya produksi, angkut, perawatan dan sewa lahan. Padahal, dari lahan sekitar 2.500 meter kubik mendapatkan hasil 8,4 ton ketela. “Tetapi kalau belum dipotong biaya angkut, kuli dan sebagainya petani mendapat hasil sekitar Rp 13 juta. Dengan hasil bersih Rp 8 juta saja,” paparnya.(PO/po/MK)