Penilaian Adipura Meluas ke 21 Kecamatan, Desa Diminta Lakukan Ini

Posted on 24 Okt 2017


Penilaian Adipura Meluas ke 21 Kecamatan, Desa Diminta Lakukan Ini

Selama ini penilaian Adipura hanya dilakukan di Kota Pati sebagai ibukota kabupaten. Ke depan, menurut Sekda Pati Suharyono, penilaian Adipura akan lebih sulit karena wilayah yang dinilai akan melebar hingga ke seluruh kecamatan. "Karena itu saya sudah koordinasi dengan Dispermades. Kami berharap tiap Desa nantinya bisa mengalokasikan dana desanya untuk pengelolaan sampah di desa", ujar Sekda yang juga Kepala DPU dan TR ini saat membuka acara Rakor Bank Sampah di Gedung Baru Setda, Selasa (24/10).

Pengelolaan bank sampah yang baik, selain untuk Adipura juga sangat bermanfaat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Pasalnya, menurut Suharyono, di Pati sudah banyak sekali contoh Bank Sampah yang sukses memberdayakan ekonomi masyarakat.

"Keberadaan bank sampah juga terbukti secara signifikan mampu mengurangi volume sampah di tempat pembuangan sampah akhir ", ujarnya.

Hal itu karena masyarakat sudah terlatih untuk memilah sampah." Kemampuan inilah yang saya harapkan bisa diadopsi oleh desa-desa se-Kabupaten Pati", pintanya.

Dalam Rakor yang dihadiri para pengelola bank sampah se-Kabupaten Pati tersebut, Humas Setda Pati juga berkesempatan untuk mewawancarai beberapa pengelola bank sampah yang dinilai berhasil oleh Pemkab.

Eko Supriyadi, pengelola  Tempat Pengolahan Sampah (TPS) berkonsep reduce, reuse, dan recycle (3R) di Kelurahan Kalidoro, mengaku bahwa saat ini pemahaman dan kemampuannya dalam pemanfaatan sampah berubah drastis. Dulu, ia hanya mengambil dan mengumpulkan di satu tempat untuk diambil truk-truk sampah milik Pemkab. Kini, ia memilah dan mengolah beberapa sampah menjadi barang yang bisa dijual.

TPS ini menangani dua wilayah rukun warga. Setiap bulan, TPS ini menghasilkan 5-8 kuintal kompos yang dia kemas rapi dalam karung-karung yang mudah dibawa oleh pembelinya. Dia mengaku, saat ini penghasilannya tiap bulan minimal mencapai Rp3,5 juta. Dia malah berharap agar “wilayah kerjanya” diperluas agar rezekinya bertambah besar.

Supriyadi kini bahkan sudah bisa mengangsur kendaraan bak terbuka untuk mengangkut sampah dan mengirim kardus dan plastik kepada pedagang pengepul. Pola pengelolaan dan pemanfaatan sampah disetiap TPS sebenarnya nyaris sama, tapi kadang ada yang berinovasi.

Seperti di TPS Seroja di Perumahan Bumi Kutoharjo Permai, yang mengembangkan pembuatan pupuk cair dan mengelola ikan. “Kami berusaha kreatif agar produktif menghasilkan sesuatu yang baru,” kata Ketua Masyarakat Peduli Lingkungan Seroja, Eko Iswantini yang juga merupakan pengelola TPS Seroja ini.

TPS ini membuat pupuk cair dari campuran sampah pelepah pisang, tempe, nanas, dan bawang merah. Kemudian ditambahkan sedikit gula putih, garam, air, dan zat effective mikroorganisme (EM4). Setelah didiamkan selama 24 jam, nanti pupuk cair ini sudah dapat digunakan. “Belum kami jual, tapi kami bagikan kepada warga untuk disiramkan ke tanaman di halaman rumah masing-masing,” katanya.

Setiap bulan, TPS ini menghasilkan satu ton kompos. Uang hasil penjualan digunakan untuk kegiatan rutin warga. Kegiatan itu, diantaranya, membiayai kolam ikan emas lele, dan gurami. Warga boleh mengambil ikan secara gratis dari kolam milik bersama ini.

Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati, Tuty Indarningsih, pembangunan TPS dan bank sampah di suatu wilayah harus atas usulan warga. “DLH hanya memfasilitasi dan melakukan verifikasi apakah wilayah itu sudah layak atau tidak,” ujarnya.

Sebelum mengusulkan pendirian TPS, masyarakat juga diminta membentuk organisasi dan berbadan hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Mereka juga harus menyiapkan lahan karena Pemkab tidak punya dana untuk pembebasan lahan. “Biasanya, kami bangun di tanah fasilitas umum atau hibah,” katanya.

Jika dinyatakan layak, DLH akan memberikan pendampingan operasional pada masa awal. Pemkab akan memberikan semua peralatan untuk keberlangsungan TPS dan bank sampah.

Meskipun belum menghitung secara pasti, Tuty yakin keberadaan TPS dan bank sampah mengurangi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). (FN/FN/MK)