Posted on 09 Des 2017
Pengrajin gedeg nam wareg (motif sederhana, red) di Desa Bulumulyo, Kecamatan Juwana masih bertahan ditengah kemajuan zaman. Meski demikian, pengraji hanya memiliki pangsa pasar yang tetap bertahan meski ramai hanya pada musiman tertentu saja.
Warga RT01/RWII Desa Bulumulyo Suyanto mengatakan, biasanya para pengrajin memasarkannya dengan cara keliling ke beberapa wilayah, seperti Kecamatan Trangkil, Wedarijaksa, Juwana dan sekitarnya. Para pengrajin, mulai berkeliling jualan berangkat dari rumah mulai pukul 05.00 pagi sampai pukul 12.00 siang.
“Biasanya ramai saat musim kemarau. Pelanggan adalah petani garam untuk membuat tempat penyimpanan garam atau para pemilik proyek,” bebernya.
Dalam satu hari pihaknya bisa mendapatkan omset sebesar Rp 170.000. Tetapi, penghasilan tersebut juga tidak tentu. Lantaran kebutuhan masyarakat juga tidak begitu banyak, kecuali untuk para kontraktor yang membutuhkan gedek saat proyek. Sebenarnya untuk kerajinan ini hanya membutuhkan modal kecil, untuk bahan baku bambu seharga Rp 30.000 saja bisa menjadi 3 lembar gedek dengan harga Rp 140.000.
“Pemasaran tiap harinya juga tidak tentu. Tetapi, terkadang ada pelanggan yang datang kerumah untuk memesan gedek buatan saya. Pernah juga saya mendapatkan pesanan 40 lembar gedek, tetapi dari salah satu kontraktor proyek saja. Sedangkan untuk pelanggan biasa jarang,” imbuhnya.
Harga gedek cukup murah, per dua lembar dihargai Rp 70.000 untuk gedek yang dibuat dari bambu bagian dalam. Sedangkan untuk gedek yang berbahan baku dari bambu bagian luar harganya Rp 100.000/per 2 lembar.
“Gedek yang berbahan bambu bagian luar dan dalam ukurannya sama, 1,85 meter x 2,30 meter per lembar. Perbedaan harga dikarenakan, untuk gedek yang bagian luar memiliki kualitas lebih bagus dari pada bagian dalam,” bebernya. (fn/FN/MK)