Posted on 18 Des 2018
Penduduk miskin di Kabupaten Pati berkurang signifikan di tahun 2018. Pada bulan Maret 2018, jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Kabupaten Pati mencapai 123,90 ribu orang (9,90 persen), berkurang sebesar 17,80 ribu jiwa dibandingkan dengan kondisi bulan Maret 2017 yang masih di angka 141,70 ribu jiwa (11,38 persen).
Angka 9,90 persen ini juga lebih bagus ketimbang angka kemiskinan Jawa Tengah yang berada di angka 11,32 persen. Hal itu terungkap saat Kepala BPS Pati Sri Diastuti, bersama Sekda Suharyono, Kepala Bappeda Pujo Winarno dan Kepala Diskominfo Indriyanto menyampaikan laporan langsung terkait penurunan angka kemiskinan di Ruang Kerja Bupati Pati, Selasa (18/12).
Pada periode 2011-2018, menurut Kepala BPS Pati, setiap tahunnya tingkat kemiskinan di Kabupaten Pati mengalami penurunan baik dari sisi jumlah maupun persentasenya. Namun penurunan dari tahun 2017 ke 2018 tergolong sangat signifikan.
Meski diperlukan studi mendalam untuk memastikan faktor penyebab turunnya kemiskinan, namun Dias menyampaikan bahwa salah satu faktor yang diprediksi menyumbang penurunan angka kemiskinan adalah adanya program yang tepat sasaran yang sesuai dengan kebutuhan warga miskin.
"Sebagai contoh dulu Raskin harapannya setiap keluarga miskin bisa dapat beras 15 kilogram per bulan agar kemiskinan berkurang signifikan tetapi di lapangan kenyataannya malah Raskinnya dibagi rata. Sekarang dengan bantuan Raskin yang diubah ke bentuk tunai ke warung sembako dan langsung masuk rekening masing-masing keluarga miskin, dampaknya jadi lebih signifikan dalam mengurangi beban konsumsinya", jelas Kepala BPS Pati.
Menanggapi laporan ini Bupati Pati Haryanto mengaku amat lega. "Artinya kerja keras kami selama ini betul-betul terlihat hasilnya. Kami bahkan tak menyangka akan secepat ini. Karena sesuai RPJMD, sebenarnya angka di sembilan koma sekian itu justru target kami di 2022", terang Bupati.
Bupati Haryanto juga meyakini bahwa faktor lain yang turut menyumbang turunnya angka kemiskinan adalah program Pemkab dalam pembinaan UMKM dan industri rumahan.
"Kami bersyukur, upaya kami untuk mendorong bangkitnya UMKM dan industri rumahan selama ini tak sia sia. Sebab saya yakin itu sangat berdampak pada pengentasan kemiskinan karena lebih banyak lapangan kerja yang tercipta", imbuh Bupati.
Selain itu, lanjut Haryanto, masuknya para investor ke Pati, juga turut menciptakan lapangan kerja baru sekaligus mendorong pengentasan kemiskinan. "Ini bisa dilihat dari turunnya angka pengangguran di Pati. Awal 2017 tingkat pengangguran terbuka masih sebesar 3,83 %, dan pada 2018 berhasil turun menjadi 3,61 %", imbuh Haryanto.
Kendati demikian, ke depan pihaknya akan tetap berjuang untuk terus mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Pati. "Kami akan siapkan formula yang lebih tepat sasaran bagi 9,9 persen warga kami yang masih masuk dalam kategori miskin. Intinya, kami tak akan pernah puas dan tak akan pernah berhenti berjuang demi kesejahteraan seluruh warga kami", tegas Haryanto.
Sementara itu, Kepala BPS dalam laporannya juga menjelaskan bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk miskin menurut Kepala BPS adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain sebagainya).
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. (fn4 /FN /MK)