Pendidikan Pranikah Terkendala Dana

Posted on 30 Nov 2017


Pendidikan Pranikah Terkendala Dana

Pendidikan pranikah masih dilaksanakan secara singkat oleh penghulu atau pun petugas kantor urusan agama (KUA) kecamatan saat calon pengantin mendaftar kan diri. Hal ini dilakukan, lantaran tidak adanya anggaran untuk melakukan pendidikan pra nikah ditingkat kecamatan.

Padahal, pendidikan pranikah itu penting untuk memberikan pendidikan untuk calon pasangan mengetahui peran mendidik anak dan peran sebagai orang tua.  Disisi lain, pendidikan pra nikah sebenarnya perlu diterapkan sejak dini saat masih di banku sekolah.

Kepala KUA Kecamatan Jaken, Ali Mahmudi mengatakan, 2 tahun berturut-turut pihaknya juga pernah mengadakan kerja sama dengan sekolah madrasah. Terkait kursus calon pengantin (kurscapi) diusia sekolah.

“Tetapi saat ini kami hentikan karena tidak ada anggarannya, sebab untuk pendidikan pranikan melibatkan semua instansi seperti Puskesmas, KB dan sebagainya. Sehingga memerlukan dana,” bebernya.

Karena anggaran tidak ada jelasnya, KUA melakukan kurscapi secara periodik. Jadi setiap ada calon pengantin yang datang untuk mendaftar. Akan diberi pengatuhan terkait pernikahan tetapi hanya sebatas ilmu fiqih saja.

“Sedangkan dari segi medis kami belum mampu memberikan. Tetapi biasanya diberikan oleh Puskesmas kepada para calon pengantin ketika berkunjung ke puskesmas,” jelasnya.

Ali juga mengatakan, pendidikan pranikah harus dijalankan. Sebab anak jaman sekarang, hanya tahu pacaran dan nikah. Ditambah lagi dengan konten yang kurang baik untuk ditiru, saat pasangan muda menikah.

“Padahal bahaya saat menikah itu banyak sekali, apalagi sejak jejaring sosial yang kian mudah di akses masyarakat,” paparnya.

Sebenarnya pelatihan pranikah tidak cukup hanya dua minggi, tetapi harus dilatih sejak dini agar masyarakat juga faham betul. Kesulitan pendidikan pranikah akan sangat sulit diterapkan ketika calon pengantin adalan masyarakat perantauan.

“Sebab, calon pengantin yang mendapat pasangan yang bekerja di luar wilayah atau luar negeri. Biasanya tidak sempat untuk mengikuti pendidikan pranikah,” pungkasnya.

Seperti halnya mata pelajaran yang memuat keagamaan di sekolah umum cenderung juga sedikit. Sepertihalnya pelajaran kitab kuning sendiri, juga sudah jarang memberikan materi yang berkaitan dengan pernikahan. Paling hanya sebatat bab bersuci dan ibadah.

Dengan keadaan demikian, seharusnya pendidikan pranikah juga diberikan ketika calon pengantin masih berada pada usia sekolah. Sehingga, masyarakat faham betul terkait aturan dalam berkeluarga dan sebagainya. (po/PO/MK)