Posted on 12 Nov 2017
Pelaku usaha kreatif di pedesaan butuh edukasi terkait perizinan pendirian usaha. Selama ini para pengrajin belum mengerti terkaitmanfaat dari kepemilikan izin usaha. Disamping itu, para pelaku usaha kreatif masih belum berniat mengelola usaha yang memiliki sekala lebih besar.
Pengrajin ilir (kipas dari bambu) Suwarsih di Dukuh Bingung, Desa Pulorejo, Kecamatan Winong mengaku, pihaknya masih kebingungan terkait pengurusan izin untuk usaha karena usaha yang telah ditekuni secara turun temurun merupakan usaha sampingan. Sebab ketika ada tawaran untuk menjadi buruh harian di lahan pertanian, pekerjaan itu akan mereka tinggalkan.
“Penghasilan dari menjadi buruh tani cenderung lebih besar daripada sebagai pengrajin ilir,” bebernya.
Ilir yang sudah jadi terangnya, biasanya akan dijual ketika para pengrajin telah berhasil membuat puluhan ilir. Dalam satu hari, para pengrajin bisa menghasilkan sekitar 20 biji dengan harga Rp700 per biji untuk dijual kepada pengepul di desa setempat. Dengan harga yang cenderung rendah dan keuntungan yang tidak begitu banyak, membuat masyarakat enggan untuk mengembangkannya sendiri.
“Harga tersebut juga tidak tentu, karena saat musim kemarau harganya bisa meningkat.Sedangkan ketika musim penghujan harga jual ilir sendiri mengalami penurunan,” paparnya.
Menambahi hal tersebut, warga Dukuh Bingung, Desa Pulorejo, Tasiman mengatakan, pihaknya berharap ketika ada ketentuan untuk para pelaku usaha rumahan harus memiliki izin atau setikdaknya memiliki izin usaha, pemerintah juga memperhatikan produktivitas para pelaku usaha. Sehingga para pelaku usaha yang baru muncul atau belum memiliki izin juga bersemangat untuk melakukan pengurusan ijin usaha, meski hanya bersekala rumahan.
“Ketika tidak ada perhatian dari pemerintah baik itu pelatihan atau bantuan berupa alat. Kami rasa akan percuma, ketika kami memiliki izin,” pungkasnya.(fn/FN/MK)