Posted on 05 Okt 2017
Ketukan ritmis bunyi alat musik gong mengiringi para pendekar bela diri Gongcik unjuk kebolehan. Perpaduan gerak pencak, tari dan pernafasan menjadi inti dari bela diri Gongcik yang merupakan khasanah budaya Nusantara.
Seorang pendekar Gongcik Ahmad Faozi mengatakan, bela diri Gongcik sebenarnya sejak dahulu sudah berkembang sebagai bentuk budaya Nusantara. Hampir di semua daerah ada, meski sedikit berbeda-beda karena mengalami perkembangan atau latar belakang budaya yang berbeda. “Kami hanya ingin nguri-uri, seni tradisi yang hampir punah,” kata warga Desa Pasucen RT 06 RW 02 Kecamatan Trangkil tersebut.
Menurut Faozi, Gong Cik dapat berkembang di perguruan bukan di aliran Pencak Silat. Hal itu disebabkan adanya aturan baku baik filosofis maupun teknis di perguruan Pencak Silat tertentu yang tidak mengizinkan adanya perubahan. Baik ditambah maupun dikurangi oleh para pengikutnya. Namun, juga terdapat perguruan Pencak Silat yang tidak terlalu kaku dalam mengembangkan Pencak Silat.
“Terkadang, di dalam suatu perguruan biasanya teknik-teknik dari berbagai aliran selain tetap dipertahankan keasliannya namun tidak menutup kemungkinan dicampur sehingga menjadi bentuk baru yang menjadi ciri khas perguruan itu. Di sinilah banyak terjadi pengolahan teknik, termasuk pengolahan aspek seni dalam bentuk Gong Cik,” jelasnya.
Pria yang mengaku sudah belajar Gongcik saat duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (MI) tersebut mengungkapkan, di lingkungan tempat tinggalnya memang pernah terdapat latihan massal bela diri Gongcik. Namun seiring berjalannya waktu, kegiatan bela diri tersebut semakin di lupakan lantaran tidak ada lagi yang melatih bela diri yang memiliki sedikitnya 24 jurus tersebut.
Perlahan juga menjadi semakin berkurang peminatnya. Oleh karena itu, dirinya bersama sejumlah pemuda berniat kembali mengaktifkan beladiri Gongcik. “Memang sudah lama sekali tidak ada lagi. Saya latihan dulu itu kelas IV MI. Kemudian muncul gagasan untuk kembali mengaktifkan Gongcik,” kata pria kelahiran Pati 27 Juli 1983 itu.
Tepatnya pada Juli 2011, bela diri Gong Cik kembali disuguhkan kepada masyarakat dalam berbagai pertunjukan. Baik saat acara pernikahan, bersih desa atau sedekah bumi dan sejumlah kegiatan kesenian seperti Gosek Tontonan, yang merupakan kegiatan kesenian yang digagas para seniman Pati. Bahkan, Faozi yang juga memiliki studio fotografi tersebut sempat menjadikan seni bela diri Gong Cik sebagai bahan untuk pembuatan film dokumenter dengan judul Gong Cik pada 2013.
Berbagai upaya itu, kata Faozi, merupakan wujud kepedulian para pemuda untuk menjaga seni tradisi. Meski belum berupa bentuk latihan rutin karena peminatnya kurang, mengenalkan kembali Gong Cik kepada masyarakat lewat berbagai pertunjukan merupakan langkah positif. Bukan hanya aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat, Gong Cik Pasucen juga menjadi sarana untuk berkumpulnya para pemuda.
"Kami hanya ingin kembali melakukan apa yang dulu pernah diajarkan kepada kami. Mengingatkan kembali kepada yang pernah tahu dan mengenalkan kepada generasi baru," jelasnya.
Faozi berharap, keberadaan Gong Cik bisa kembali dikenal dan diminati masyarakat luas. Bukan hanya untuk membina diri dengan kedisiplinan, gerak, tubuh dan emosi melainkan juga sebagai upaya meramut seni tradisi. (fn/FN/MK)