Posted on 27 Sep 2017
SORAK gemuruh tepuk tangan penonton terdengar, saat peserta dari Kelurahan Parenggan, Pati muncul dengan mengunakan mahkota yang terbuat dari janur kelapa. Mereka menunggangi jaranan (kuda mainan) yang terbuat dari pelepah pisang.
Permain jaranan merupakan permainan khas Jawa Tengah (Jateng) tempo dulu, namun di zaman modern ini, jarang sekali anak Jawa yang masih memainkannya. Dengan diiringi musik, para penonton seolah di bawa ke masa lalu.
Para penonton dibuat terpukau saat Tari Jaranan dimainkan dalam acara Parade Seni Budaya Pelangi Budaya Jawa Tengah. Lantaran, Paguyuban Sanggar Tembang dan Dolanan Anak Gandes Luwes Parengan Pati, mampu mengemas permainan jaranan menjadi modern.
Kegiatan itu merupakan salah satu serangkaian agenda Jumbara PMI tingkat Provinsi Jateng 2017, di Alun-alun Pati. ”Kami sengaja membuat permainan jaranan dengan memberikan sentuhan modern baik dari pakaian dan tembang musik. Sehingga anak-anak mulai tertarik lagi dengan permainan anak zaman dulu yang hampir punah tergerus zaman. Unsur-unsur lama menjadi menarik buat anak, jika dibalut dengan gaya modern. Kalau hanya budaya lama akan membuat anak jenuh,” ungkap Hery Nurbaya ketua Paguyuban.
Menurutnya, saat melakukan latihan dan modifikasi permainan anak, selalu melibatkan anak-anak. Hal itu untuk mengedukasi anak proses pembuatan mainannya. Permainan tempo dulu, merupakan permainan yang dimainkan secara sosial.
”Kebanyakan yang terlibat dalam sanggar tembang dan permainan anak, warga Parengan sendiri. Kami belum mengajarkan pada anak luar kelurahan, pengenalanya hanya lewat pentas seni maupun ajang kebudayaan seperti ini,” ucapnya.
Dalam pembuatan permainan kuno itu, masih dilakukan oleh para orang tuanya sendiri. Pasalnya anak-anak masih belum mampu membuat mainan kuno. Akan tetapi, orang tua harus mengajarkan cara membuatnya tahap demi tahap, sehingga ketika mampu membuat sendiri bisa berkompetisi dengan temannya.
”Anak-anak diberikan kesempatan membuat kreativitas permainan. Sehingga anak betah dengan permainan Jawa. Jujur kami butuh apresiasi untuk mewadai tempat untuk eksistensi dalam menampilkan permainan khas Jawa ini. Pemerintah diharapakan bisa memberikan ruang untuk pameran budaya,” harapnya.
Karena paguyuban tersebut berada di Kota, menurutnya untuk mencari bahan bakunya sedikit kesulitan. Sehingga harus pergi ke desa untuk mencari bahan-bahan yang akan dibuat mainan.
”Bahan bakunya pelepah pisang, daun pisang kering, janur dan daun nangka. Kalau di Kota mencarinya sedikit kesulitan,” paparnya.
Dalam mengikuti kompetisi maupun pementasan budaya tidak pernah menargetkan juara. Jika menargetkan juara dikhawatirkan anak merasa terbenahi. Sehingga nantinya jika tak mencapai target tersebut akan kecewa. Yang terpenting dalam mengenalkan permainan anak tempo dulu, anak menyukai dan mempunyai rasa memiliki.(fn/FN/MK)