Inilah Kuliner Khas Desa Bakalan, Dukuhseti yang Bikin Bupati dan Waki Bupati Kepincut

Posted on 09 Sep 2017


Inilah Kuliner Khas Desa Bakalan, Dukuhseti yang Bikin Bupati dan Waki Bupati Kepincut

Rasanya yang khas dan mantab menjadikan sambal buatan Sunarti diminati banyak orang. Bupati dan wakil bupati Haryanto- Saiful Arifin kepincut. Bahkan sejumlah bule juga ketagihan. 

SEKILAS, hanya bangunan tepi jalan sederhana. Namun, warung berdinding setengah tembok di Jalan Raya Tayu-Puncel Km 06 ini selalu ramai dikunjungi pelanggan. Warung Demek. Begitulah masyarakat mengenal warung yang terletak di tepi timur jalan 100 meter utara SPBU Bakalan, Dukuhseti. 

Di sanalah, Sunarti, 45, beraktifitas sebagai penjual berbagai masakan. Mulai mangut, sayur bening, merica, dan opor. Setiap hari buka mulai pukul 07.00 hingga 17.00. “Orang-orang menyebutnya warung ndemek,” ungkap Bu Narti kemarin.

Sembari membereskan meja usai digunakan pelanggan, Narti menceritakan nama "Demek" itu berawal dari ungkapan sejumlah pelanggan yang mengambil ikan untuk lauk. Berbagai macam ikan seperti Janjan, Blanak, Belut dan Kakap memang ditata di dalam sebuah etalase. “Nah, orang-orang mengambil ikan sendiri, pada bilangndemek sendiri,” ungkap warga RT 05/RW 02 Desa Bakalan, Dukuhseti. 

Tak disangka, informasi dari mulut ke mulut membuat warungnya semakin dikenal masyarakat luas. Nama Demek semakin tenar. Cita rasa masakan olahan Sunarti memiliki daya cengkeram yang kuat. Terutama sambal terasinya yang khas.

Sunarti memaparkan, untuk masakan Ikan Janjan satu porsi seharga Rp 24 ribu, Udang kecil ditusuk Rp 14 ribu, mangut antara Rp 10 ribu hingga Rp 25 ribu dan bothok dengan harga Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu. “Selain jualan masakan jadi, saya juga jualan terasi. Harganya Rp 80 ribu sekilo,” imbuhnya.

Para pelanggan dari berbagai kalangan berdatangan, bukan hanya berasal dari wilayah Kecamatan Dukuhseti saja melainkan dari berbagai wilayah di Kabupaten Pati. Bahkan Bupati dan Wakil Bupati Haryanto-Saiful Arifin berulang kali mendatangi warung yang dirintis 18 tahun lalu. Baik ketika melakukan kunjungan dinas maupun secara pribadi. 

“Saya itu sampai kewalahan. Saat itu Pak Haryanto dan Pak Arifin datang bersama rombongannya. Ada kalau 25 mobil. Malah Pak Haryanto ikut memasak di dapur saya,” kenangnya. 

Dengan nada semangat ia memaparkan, Bupati Haryanto sudah tiga kali mendatangi warungnya. Sedangkan Wakil Bupati Saiful Arifin lebih sering datang bersama rombongannya. “Kalau Pak Haryanto itu sukanya jangan (sayur-red) merica sama ikan Rengkik. Kalau Pak Arifin itu sukanya pecelan Ikan Janjan, udang dan pepes telur ikan. Kalau Pak Arifin, sering. Malah sempat juga bawa orang banyak dari Jakarta, ya makan di sini,” paparnya. 

Bukan hanya itu, Sunarti juga pernah kedatangan tamu beberapa turis asing. Selain melayani sajian masakan di warungnya, ia juga menerima pesanan. Sejumlah instansi di berbagai wilayah juga menjadi langganannya. “RSI Pati itu kemarin pesan ikan dan sambal. Guru-guru sekolah dari Tayu, Puncel, Dukuhseti juga. Lalu Rumah Sakit Donorejo Jepara, dan Ipmafa Pati,” bebernya.

Ramainya warung itu, membuatnya selalu bersyukur. Sebab, untuk sebuah pencapaian tidak terlepas dari sejumlah perjuangan. Begitulan ungkapan Sunarti yang kemudian duduk sejenak. “Awalnya, dulu saya jualan keliling kampung. Ya bothok, masakan ikan, nasi tahu dan pecel. Saya sudah buat sambal waktu itu,” ungkapnya. 

Kondisi fisik yang melemah, membuatnya tidak bisa berkeliling. Bersama suaminya, Suparno, 62, dibuatkan warung kecil di tepi jalan. Ruang ala kadarnya beratap jerami dan dinding anyaman bambu menjadi saksi perjalanannya pada 1996. “Hasilnya juga sedikit-sedikit dikumpulkan untuk kebutuhan sehari-hari,” ucapnya.

Namun di kala warungnya ramai pelanggan, musibah kebakaran terjadi. Tepatnya 2012, warung labuhan penghasilannya itu dibakar orang tak dikenal. “Kami tidak tahu apa sebabnya dan siapa yang yang membakar warung itu. Yang pasti ada bekas botol bensin. Habis semuanya,” ujarnya. 

Kebakaran hebat yang melahap warung, membuatnya kecewa berat. Namun para pelanggan yang mengetahui kejadian itu akhirnya berdatangan memberikan semangat. “Banyak yang datang seperti melayat, mereka memberi semangat. Akhirnya saya dibantu pak Zaikan dari BRI Alasdowo. Saya dipinjami modal Rp 15 juta untuk usaha tanpa agunan,” kenangnya.

Merangkak kembali menggunakan terpal untuk menghalau panas dan hujan, warung Sunarti kembali didirikan. Hasil yang didapat dikumpulkan hingga kemudian perlahan digunakan untuk membangun warungnya hingga sekarang.

Namun Sunarti, akhirnya terpaksa bekerja sendiri. Sebab sang suami yang menderita sejumlah penyakit, tidak bisa lagi membantunya. Bahkan setiap bulan membutuhkan biaya pengobatan hingga Rp 2 juta.

Namun hal itu justru semakin membuat Sunarti semangat. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, hasil usaha Sunarti juga bisa digunakan untuk menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi. “Semua itu tetap harus bersyukur, anak saya yang paling kecil sekarang juga bisa kuliah,” tuturnya. (fn/FN/MK)