Posted on 17 Nov 2017
Sejumlah petani bawang merah mengeluh akibat harga bawang merah anjlok hingga 100 persen. Sehingga para petani di Desa Sukoharjo Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati, harus merugi hingga puluhan juta rupiah.
Salah satu petani bawang merah Edy Subiono mengatakan, dalam panen tahun ini mengaku merasakan dampak kerugian yang luar biasa. Petani di desanya, setiap tahun bisa panen hingga empat kali. Namun, kali ini mereka hanya mampu melakukan panen sebanyak tiga kali.
“Tahun kemarin petani masih bisa melakukan panen empat kali, harga bawang merah juga stabil yakni Rp 20 ribu. Dengan harga itu petani bisa mendapatkan keuntunga hingga empat juta bahkan lebih, selain itu masih bisa menyisihkan bawang untuk pembibitan,” ungkap warga Sukoharjo itu.
Tahun ini, sambung dia, petani hanya mampu menjual hasil panen bawang merah dengan harga Rp 10 ribu saja. Padahal modal yang harus dikeluarkan untuk oprasional bertani sekitar Rp16 juta untuk dua petak sawah, dengan beban bibit bawang dua kuintal. Dengan estimasi itu petani bisa merugi Rp 6 juta sekali tanam.
“Itu baru biaya bibit dan oprasinal untuk bertani. Belum lagi biaya sewa lahan, karena tidak mempunyai lahan sawah sendiri,” paparnya.
Lebih lanjut, tahun ini petani hanya bisa gigit jari. Pasalnya, panen yang pertama hasil panen hanya bisa mengembalikan modal oprasional tanam. Sedangkan, pada panen yang kedua bawang merah petani di Sukoharjo diserang hama jamur.
“Untuk panen ketiga diserang hama ulat karena kemarin musim kemarau. Jika terkena hujan hama jamur yang menyerang. Kerugian tersebut juga dialami petani bawang merah di kecamatan Jakenan dan Batangan,” ujarnya.
Belum lagi jika harga stabil banyak bawang Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang masuk di Pati. Hal itulah yang menyebabkan bawang hasil petani di Pati semakin menurun. Namun, jika harga bawang anjlok petani tidak dapat mendapatkan subsisidi penstabilan harga bawang. Saat ini para petani bawang berharap instansi terkait dapat memberikan solusi bagi petani.(PO/po/MK)