Posted on 28 Jan 2018
Menanggapi pertanyaan dalam Focus Group Discussion (FGD) pada Sabtu (27/1) terkait penyerapan dan kestabilan harga saat panen, Perum Bulog masih mengacu pada Inpres No 5 tahun 2015 yang kebetulan masih berlaku sampai sekarang, terkait penyerapan dan stabilisasi harga. Hal itu dijelaskan oleh Ridho Saputra dari Subdivre Bulog Pati.
"Bila ada petani yang akan menjual hasil panennya masih bisa, dasarnya masih tetap sama. Cuma harga gabah dari petani masih jauh di atas Inpres, jadi kami bisa _tombok_. Disini kita dilematis, seolah olah kita seperti ditugasi tapi disisi BUMN kita tidak bisa menggunakan dana dengan serta merta karena syarat BUMN ditarget keuntungan," papar Ridho yang menjabat sebagai Wakil Kepala Subdivre Bulog Pati.
Sementara itu Rekso Suhartono dari Disperindag menuturkan, ada Permendag No 27 yang mengatur tentang permasalahan ini. Aturan itu berisikan penetapan harga acuan pembeli dari petani dan penetapan harga acuan penjualan di tingkat konsumen. "Akan tetapi kenyataan yang ada di lapangan lain," imbuhnya.
Rekso pun mengungkapkan, Disdagperin tengah mendorong dibentuknya BUMDes di tiap desaK arena dengan didukung dana desa, ia menuturkan BUMDes bisa terlibat langsung dalam menjaga kestabilan harga dengan membeli hasil panen dari petani dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
"Gabah hasil pembelian bisa disimpan dulu atau dikelola dan dikemas untuk langsung dipasarkan. Dengan ini tentunya BUMDes diharapkan mendapat keuntungan yang lebih," paparnya.
Melihat potensi BUMDes, pihaknya akan mengajak Dinas Pertanian untuk berkoordinasi dengan Dispermades dalam upaya melindungi para petani dari masalah klasik pertanian ini." Kami juga akan mengajukan ke Kementerian Pertanian untuk dibangunnya gudang- gudang penyimpanan," tegas Rekso. (Po2/PO/MK)