Posted on 09 Okt 2017
Budidaya burung hantu para kelompok tani di Desa Ngastorejo, Kecamatan Jakenan masih terkendala biaya. Lantaran biaya pakan burung Titoalba tergolong tinggi. Dengan dana seadanya dari kantong pribadi, warga berusaha bertahan untuk pengembangbiakan predator hama tikus itu.
Selama ini alokasi dana yang masuk ke desa tersebut masih digunakan untuk perbaikan infrastruktur. Lantaran desa setempat sering menjadi langganan banjir saat musim hujan tiba. Karena minimnya pendanaan, hanya beberapa pemilik lahan pertanian yang mampu mengembangbiakan burung hantu untuk menanggulangi hama tikus.
Sekretaris Desa Ngastorejo, Kartono mengatakan, pengembangan burung hantu jenis Titoalba untuk desa setempat hanya dilakukan oleh 2 kelompok tani Srirejeki dan Usaha Makmur. Sementara, di Kecamatan Jakenan hanya ada 2 desa yang mengembang-biakkannya, yakni Desa Ngastorejo dan Desa Sendangsoko.
“Pembuatan sarang burung sendiri masih berasal dari dana pribadi dan bantuan mahasiswa KKN yang bertempat di desa setempat beberapa waktu lalu. Sementara ini, ada 18 sangkar burung di lahan persawahan. Dari jumlah itu, hanya satu sangkar dari bantuan pemerintah,” ujarnya. (fn/FN/MK)