Posted on 30 Sep 2017
Meski baru berusia empat tahun, bocah bernama Yofi Aprilio Risqiansyah ini cukup lihai memainkan wayang kulit. Bukan hanya itu, sejumlah lakon pewayangan tuntas ia mainkan.
BERADA di antara rumah megah bertingkat dan gudang milik warga, jalan sempit menuntun langkah ke rumah Jiatno, 64, warga RT 02/RW 04 Dukuh Margotuhu, Desa Margomulyo, Tayu. Di ujung jalan itu, terlihat rumah sederhana bercat hijau muda.
Di sanalah balita dengan bakat besar sebagai dalang, Yofi Aprilio Risqiansyah memainkan wayangnya. Lantaran kedua orang tuanya bekerja, anak pertama pasangan Indar Setio Utomo dan Sofiatun itu ditemai kakek Jiatno dan neneknya Indarti.
Suara lantang seorang anak laki-laki langsung mencuri telinga ketika langkah kaki menapaki teras rumah. Di sisi barat ruang tamu, balita berkaus merah lengan hitam dan celana pendek warna abu-abu menghadap kelir putih dekat dinding. Kedua tangannya memegang dua tokoh wayang. “Yofi nama panggilannya,” kata Jiatno usai memersilahkan duduk di ruang tamu.
Sambil menoleh sebentar, Yofi, meneruskan permainannya. Balita kelahiran 10 April 2013 kini duduk di kelas A, TK Muhammadiyah Margomulyo itu sedang membawakan sebuah lakon pewayangan Semar Mbangun Jiwa. “Lakon itu memang favoritnya,” kata Jiatno sembari mengeluarkan suara musik pengiring lakon lewat mulutnya.
Usai meminta izin kepada Ki Dalang Yofi untuk sejenak menghentikan permainan, Jiatno menceritakan bahwa cucunya sudah mulai memainkan sebuah lakon wayang sejak berusia dua tahun. “Ada rekamannya lewathandphone, waktu itu, suaranya masih pelo. Ya, namanya anak usia dua tahun kan belum jelas. Tapi artikulasi,stressing dialognya tepat. Termasuk lagu suluknya, ungkapnya.
Momen tersebut, beriringan dengan adanya pagelaran wayang kulit dan campursari di Desa Margomulyo pada 2015. Dalang pagelaran wayang kulit saat itu adalah Ki Sigit Ariyanto dari Rembang dengan lakon Semar Mbangun Jiwa. “Rekaman video Dalang Sigit itu kemudian saya putar di rumah. Yofi menonton, dia suka kemudian meniru,” jelasnya.
Saat itu, Yofi bersikeras meminta wayang seperti dalam lakon tersebut. Kardus bekas susu akhirnya menjadi pilihan untuk membuat bentuk wayang yang diinginkan si cucu. Permintaan itu kian bertambah seiring laku cerita lakon pewayangan yang dimainkan. “Kemudian saya potongkan pohon pisang untuk menancapkan wayang-wayang itu,” timpalnya.
Tak disangka Yofi mampu menghapal dalam waktu singkat. Pembawaan Dalang Sigit dalam lakon yang menceritakan keinginan Semar untuk membangun kahyangan manusia (jiwa) itu ditiru dengan cermat. Bahkan, Yofi mampu memaparkan setiap penggalan alur cerita. Baik ketika konflik yang terjadi antara Petruk yang diutus Semar dan Baladewa yang diutus Raja Hastinapura, Duryudana. Keduanya sama-sama ingin meminjam pusaka Kembang Wijaya Kusuma milik Raja Dwarawati, Kresna.
Hingga kemenangan Petruk yang dibantu satria Pandawa atas Baladewa dalam sayembara menemukan pusaka Kembang Wijaya Kusuma.
“Wis pokoknya plek Dalang Sigit,” timpal Jiatno sembari memersilahkan untuk menikmati segelas kopi.
Seiring berjalannya waktu, Yofi, mampu menguasai berbagai lakon pewayangan. Seperti Petruk Ngratu, Sengkuni Gugur, Sesaji Raja Soya. Namun, tetap ala Dalang Sigit. Bahkan, ia menolak dan mengkritik ketika ditunjukkan lakon pewayangan dengan dalang lain.
“Wah pokoknya tidak mau kalau tidak Dalang Sigit. Padahal tahu Dalang Sigit juga dari rekaman video. Belum pernah ketemu sama Dalang Sigit,” ungkap Jiatno.
Nenek Yofi, Indarti menambahkan, wayang seperti sudah menyatu bersama cucunya. Selain selalu memainkan wayang usai pulang sekolah, bahkan dalam kondisi sakit, Yofi tetap mau memainkan wayang. Tak terkecuali di ruangan rumah sakit.
“Juga ketika musik pengiring yang saya atau kakeknya mainkan lewat mulut, tiba-tiba berhenti, Yofi langsung marah. Keinginannya kuat sekali. Ingin tau banyak hal dan detail. Lakon belum selesai mbah. Ini masih ada butonjoget, ini masih perang. Ayo mbah, tabuhane ndi,” ungkap Indarti menirukan kata cucunya.
Bakat langka pada Yofi, kemudian memantik perhatian sejumlah seniman tradisi yang kebetulan berkunjung ke rumahnya. Para seniman itu kemudian memberikan hadiah kepada Yofi baik berupa wayang kulit, maupun kelir. “Ada Pak Yanto, Tayu Kulon, itu memberikan hadiah wayang Semar dan Bethara Ismaya. Kemudian pak Darno Pengrawit membuatkan kelir,” ujarnya.
Selain itu, Yofi juga diajak untuk belajar kepada para dalang seperti Dalang Sisyanto Desa Kalikalong dan Hardi Desa Margomulyo. Namun tapi tetap saja. Yofi hanya mau diajari oleh Dalang Sigit. “Maunya tetap sama Pak Sigit. Saya sempat menghubungi Pak Sigit, dan kami dipersilahkan berkunjung ke rumah beliau di Rembang. Tapi memang belum terlaksana," timpalnya. (fn/FN/MK)