Posted on 04 Des 2017
Petani yang menggarap lahan sewa untuk bertani kecewa dengan penerapan kartu tani. Hal ini dikarenakan, petani hanya bisa mengambil jatah pupuk yang sesuai dengan luasan lahan pertanian yang diajukan. Sedangkan kebutuhan bubuk bagi petani biasanya terhitung lebih tinggi, karena biasanya mereka juga menggarap lahan pertanian sewaan.
Karmijan, warga Desa Kudur mengatakan, biasanya petani yang menyewa lahan pertanian hanya mendapat surat perjanjian sewa saja. Sedangkan para penyewa biasanya tidak memberikan kopian SPPT lahan kepada para penyewa. ”Biasanya, kami mengajukan pembuatan kartu tani dengan lahan yang kami punya,” jelasnya kemarin.
Warga Kudur yang lain, Marsan menambahkan, lamanya waktu pengajuan sehingga berimbas pada petani yang ingin membeli pupuk harus menunggu sampai kartu tani jadi. Sehingga sampai sekarang, beberapa petani di desanya masih ada yang belum memiliki kartu tersebut.
Petani juga merasa, lebih kesulitan untuk mendapatkan pupuk dengan kartu tani. Biasanya stok pupuk yang datang di tingkat pengecer tidak sesuai dengan musim tanam. Menurut dia, petani dengan lahan tadah hujan biasanya membeli pupuk ketika musim penghujan tiba dan masa pemupukan tiba saja.
”Karena terkadang stok pupuk datang lebih awal sebelum musim hujan tiba. Hal tersebut akan sangat menyulitkan bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finansial kurang. Karena tidak di mungkinkan untuk lebih mengutamakan pembelian pupuk sebelum musim tanam tiba, lebih baik digunakan untuk kebutuhan lain,” beber Ramin warga Kudur lainnya.
Ia sangat mengharapkan, adanya perbaikan regulasi penyaluran pupuk kepada petani. Serta adanya pengawasan yang ketat dalam distribusi pupuk. Sehingga para petani juga bisa meningkatkan hasil panen serta mendapat kehidupan yang lebih layak kedepannya. (fn/FN/MK)