Menilik Kisah Syekh Ronggo Kusumo, Ngemplak Kidul Margoyoso

Posted on 30 Nov 2017


Menilik Kisah Syekh Ronggo Kusumo, Ngemplak Kidul Margoyoso

Setiap tanggal 10 Sapar warga Desa Ngemplak Kidul menggelar Haul Syeikh Ronggo Kusumo. Tokoh Mbah Ronggo Kusumo sendiri bukan hanya dikenal sebagai tokoh Syiar Agama Islam. Melainkan juga dikenal sebagai cikal-bakal berdirinya Desa Ngemplak dan sekitarnya. ‎Pengurus Makam Mbah Ronggo, Imam Mukhlis Ali, memaparkan, berdasarkan cerita tutur masyarakat setempat, Mbah Ronggo dikenal sebagai tokoh syiar Agama Islam penolong fakir miskin. "Beliau seorang Ningrat dari Tuban yang merupakan cikal-bakal keberadaan perkampungan yang kini dikenal dengan nama Ngemplak," ungkapnya. 

Cerita Mukhlis bermula dari papan nama yang tertera pada dinding makam Mbah Ronggo Kusumo. Papan nama yang kini bertuliskan Syeikh Ronggo Kusumo tersebut, sebelumnya bertuliskan Raden Ronggo Kusumo. Warga Ngemplak Kidul itu mengaku cerita sejarah Mbah Ronggo didapat sang ayah semasa dirinya kecil. Selain itu, dirinya, juga ‎sempat membaca sebuah buku yang berisi tentang sejarah Syeikh Ahmad Mutamakkin, Kajen yang juga menyinggung tentang keberadaan Mbah Ronggo.

"Sesuai yang saya ketahui, dari cerita bapak atau di buku karangan M Sanusi sekira tahun 1980an‎, Mbah Ronggo Kusumo lahir di Desa Mruwut, Bejagung, Tuban, diperkirakan pada 1660," ujarnya. 

Ronggo Kusumo, kata Mukhlis, merupakan putra dari Adipati Tuban, Si Ageng Mruwut. Ki Ageng Mruwut sendiri merupakan putra dari Pangeran Tatir atau Sayid Ali yang merupakan putra dari Pangeran Kusumo Negoro. Kusumo Negoro merupakan putra dari Pangeran Hadi Negoro atau Pangeran Benowo yang merupakan anak dari Sultan Hadi Wijaya atau Joko Tingkir.

Mbah Ronggo dikenal sebagai  tokoh yang dikenal sebagai penolong fakir miskin. Semasa di Tuban, hal itu dilakukan dengan cara mengambilkan hak para fakir miskin dari harta benda milik para pedagang kaya. Tindakan Mbah Ronggo tersebut, mengundang murka dari pemerintahan Kraton Kartasura yang kemudian mengutus pasukan untuk menangkap Mbah Ronggo. 

"Karena merasa bertindak benar, Mbah Ronggo menghadapi para pasukan itu. Namun pada suatu waktu, Mbah Ronggo menyadari bahwa hal itu tidak baik untuk dirinya dan bisa membahayakan lingkungannya," ungkap Mukhlis.

Terus diburu oleh prajurit kraton, Mbah Ronggo akhirnya melakukan perjalanan ke arah barat. Tepatnya di daerah Dawe, Kabupaten Kudus. Di sana, cara menolong fakir miskin tidak lagi sama seperti ketika di Tuban. Melainkan lebih kepada pengajaran ilmu untuk mengetuk hati para orang kaya agar bershodaqoh kepada fakir miskin di lingkungannya. Warga fakir miskin merasa tertolong dan para orang kaya menjadi mengerti ilmu shodaqoh. Di daerah Dawe, Kudus itulah Mbah Ronggo akhirnya dijuluki sebagai Pangeran Cendana. (po/PO/MK)